Sejak jatuhnya Orde Baru pada Tahun 1998, peran mahasiswa dalam mengawal perubahan sosial dan politik di Indonesia menjadi sorotan. Dulu, suara mereka lantang di jalanan, memimpin barisan rakyat untuk menuntut keadilan dan demokrasi. Tapi, di tengah era reformasi yang makin terbuka, muncul satu pertanyaan yang mengusik: apakah semangat perjuangan mahasiswa masih murni, atau justru telah menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan?
Gerakan yang Berubah Bentuk
Zaman berubah. Hari ini, mahasiswa tak lagi dibungkam seperti di masa lalu. Kebebasan berpendapat lebih terjamin, dan ruang diskusi terbuka luas. Namun, justru di sinilah tantangan itu muncul. Banyak gerakan mahasiswa yang kehilangan arah, terpecah dalam kelompok kecil, dan kadang hanya muncul sesaat saat isu sedang viral.
Sebagian orang bahkan mulai sinis. Mereka menganggap demonstrasi mahasiswa hanya formalitas tahunan tanpa hasil konkret. Bahkan ada yang menyebut gerakan ini kini rawan ditumpangi agenda politik tertentu.
Tanda-Tanda Harapan Masih Ada
Meski demikian, bukan berarti idealisme sudah mati. Aksi-aksi besar seperti gelombang protes “Reformasi Dikorupsi” pada 2019 menunjukkan bahwa suara mahasiswa masih bisa menggema dan memengaruhi opini publik. Mereka tetap hadir untuk menolak ketidakadilan, menyoroti kebijakan yang dianggap merugikan rakyat, dan mengingatkan bahwa demokrasi tak boleh dibajak.
Di tengah perkembangan teknologi, aktivisme mahasiswa pun ikut beradaptasi. Media sosial dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran informasi dan koordinasi aksi. Tantangannya adalah menjaga substansi agar tidak tenggelam dalam sekadar konten viral.
Antara Prinsip dan Kepentingan
Tuduhan komodifikasi gerakan memang tak bisa dihindari. Ada kasus di mana aktivis mahasiswa justru berakhir menjadi bagian dari sistem kekuasaan yang dulu mereka kritik. Tapi, adilkah jika semua gerakan dinilai dari segelintir contoh? Tidak semua yang masuk ke politik berarti melupakan idealisme. Sebagian justru mencoba memperjuangkan perubahan dari dalam.
Kita hanya perlu jeli membedakan: mana yang benar-benar ingin membawa perubahan, dan mana yang sekadar mencari peluang.
Arah Masa Depan
Gerakan mahasiswa hari ini sedang diuji. Apakah mereka tetap menjadi suara nurani masyarakat, atau terjebak dalam permainan elite? Konsistensi harus terus dipupuk, dan integritas adalah kunci utama. Kalau tidak, gerakan ini akan kehilangan kepercayaan publik, dan hanya tinggal kenangan dalam buku sejarah.